~ Bertanya pada Luka ~

Istimewa

Luka hati
bagai tersayat sembilu
darah bergejolak
pedih
perih membakar kecewa
memicu segumpal amarah dalam jiwa

aaah… Luka mencipta derita serta angkara
Luka semakin menganga
mengapa manusia saling melukai?
apakah telah kehilangan nurani
padahal kita hanya menumpang disini
di planet bumi~

~Dari tanah~

ketika aku meninggalkan kehidupan
kuberjalan melalui lorong gelap
yang jauh
tanpa batas
jauh sekali

tubuhku ringan
tanpa rasa lelah
aku sendiri
tak ada kehidupan disekitarku
hanya sebuah lorong gelap


saat terlupa pada lorong itu
aku berada diruang yang gelap
saat aku teringat kehidupan
ruang itu berubah kembali jadi lorong
yang panjang dan gelap

aku tak bertemu
dengan kucing kesayangan
adik-adik yang bandel
tak ada teriakan ayah
kakak, dan teman-teman yg memanggil
suara-suara kehidupan itu menghilang


aku sendirian

disini
sendirian melewati lorong gelap
tanpa ujung
tanpa rasa
langkahku ringan
seperti kapas yang terbang
terbawa angin ke angkasa


Angin?
angkasa?
itu sisa bayangan yang terlintas
diujung kehidupan
saat aku menuju ruang gelap ini
yang berubah jadi lorong
jika teringat sesuatu


Sesuatu?
aku tak butuh sesuatu lagi
disini
tak ada kehidupan
sampai akhirnya aku lupa
apa arti kata kehidupan
kalau hanya untuk berjalan
di tempat saja

mengulang segala yang telah usang

memenuhi kenikmatan
kenikmatan?
apa itu artinya?
aku lupa
lupa segalanya perlahan-lahan
bahkan semakin lupa atas wujudku
yang dulu

dulu?
dulu itu apa?
kapan.. dimana.. kemana?
apa itu sebuah tujuan..
tak ada yang tersisa
aku lupa..

lupa terhadap diri
lupa bahwa aku pernah ada

ada dimana
dimana itu apa?
bahkan suaraku saja tak ada
tubuhku tak terlihat
aku ini apa?
hanya segumpal tanah

seperti cacing yang membuat lorong
bagi perjalanan hidupnya sepanjang hidup
cacing?
yang menelan kesenangannya sendiri
sampai hadir teman-temannya yang kecil-kecil
lama kelamaan jadi besar dan banyak

perut-perut mereka membesar
isinya hanya gumpalan tanah
tak peduli itu tanah sengketa
atau tanah milik siapa
ini sebuah perjalanan bagi cacing
membuat lorong dalam kehidupannya
dari tanah ke tanah


apa itu tugasnya..
tugas?
kata yang kadang-kadang saja teringat
antara tugas dan tanggungjawab
tanggung jawab?
sulit sekali mengingatnya
itu hanya berupa kejadian
yang tercipta pada waktu singkat

Waktu?
kapan.. dimana.. kemana..
semua menghilang
diruang ini terasa ringan
aku melupakan segalanya
yang ada tapi terasa tiada

Kecuali ketika teringat sesuatu
sesuatu yang dulu
di lorong itu penuh cahaya
dimana saja.. kemana saja..
dulu?
aku ini apa?
hanya segumpal tanah
yang akan kembali ke asalnya.

23 September 2008
Telaga Kahuripan


KedatanganNya

panasnya,
seperti hembusan-hembusan
tarian api
bergejolaknya,
seperti gemulai nada ambisi
napsu pada segala napsu
menguasai detak hari dan hati
namun, jika api membelah diri
sembunyi dicelah tumpukan
jelaga pun
tiada waktu lagi
membela diri
bila angin telah datang,
bersama sang hujan~

MALAM YANG TERSISA

langit masih seperti kemarin
adakah sisa malam menegurmu
atau adakah dedaunan berdendang
nyanyikan lagu kemenangan bagimu?

didalam kedalaman bisu
ada bocah terkapar
ada lelaki putus asa
ada wanita tanpa asa

hidup hanya sketsa kecil
dalam pantulan kaca
yang tak pernah dusta
tentang diri kita

mendung mengurung
dalam kubangan

tapak jelajah masa
dibalik hunian nan merindang~

DIMENSI LANGIT

Disana,
bukan tempat yang fana
bukan pula suatu tempat
bagi yang datang dan pergi

Ada taman disana
penuh keheningan
dalam ruang komunikasi hati
seperti telepati

pergilah ke dimensi langit
pada saat hati suram
lepaskan stress yang menggigit
hapus jiwa dari kelam

Sepi
belum tentu sunyi
’ego’ yang telah pergi
hati akan damai kembali..

CERITA SENYAP

rimba menyerpih
tanah kering meratapi ilalang
debu beterbangan
alam apakah ini?
yang tampak hanya tanah gersang
tak berujung

ada rindu terlukis didinding sukma
rindu teriakan anak-anak kecil
yang berlarian mengejar bola
yang rebutan boneka dari kain
hingga koyak
lalu saling menyalahkan

dalam kebekuan sunyi
nisan-nisan tanpa nama
mulai tertutup salju
hening membelenggu sukma
pada separuh cerita senyap
diujung malam

yang tampak hanya tanah gersang

tanah kering meratapi ilalang
debu beterbangan
alam apakah ini?

inikah masa depan anak cucu kita?
sedangkan alam pikir terlipat sudah.

Salju mencair

Matahari terlalu kuat panasnya
ia bagai sinar laser
yang menembus salju Himalaya
terseok kaki-kaki melangkah
tanpa pura-pura
mereka mengakui lemahnya manusia

Di tempat lain telah berkumpul
beberapa orang lainnya
di atas tebing berbatu
menanjak dan berliku
sulit ditempuh
kecuali kau memanjatnya

begitulah mimpi yang tersurat
kemarin malam
entah apa makna yang tersirat
sepasang suami istri membawaku

ke tempat itu bersama sekuntum bunga

aku hanyalah selembar daun
yang berteman dengan bunga ~

BERCAK MALAM (pandemi)

Sunyi yang membawa luka
ketika terdengar nama terurai
ribuan tangis menghias malam
pada deretan kematian
yang datang tiba-tiba

Panik mencengkeram  
dada dilumuri ketakutan
ada yang pasrah
ada yang tidak percaya
ada yang tidak mau tahu

Jalan menuju kematian
hanya hitungan detik
angin tak sempat iba
takdir tak mampu ditolak
langit pun terluka

Tangis pecah, darah membeku
di pembaringan
di trotoar jalanan
disudut hati anak-anak  
yang kehilangan

Matahari menyengat seharian
hingga senja datang
membawa bercak malam
menelan sepi yang menikam
pada kota mati sebelum pagi

Langit tak lagi melukis bintang
mimpi tiba-tiba menghilang
pada kecepatan cahaya 
ditikungan waktu
saat musim hujan datang

Adakah badai menanti disana?